Penggunaan Dana BOS Tak Melebihi Pagu Anggaran

Jember (PI) – Polemik temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2019 menemukan titik terang. Hasil koordinasi antara Dinas Pendidikan (Dispendik) Jember dengan Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKAD) menyimpulkan, hasilnya tak ada masalah dalam realisasi anggaran tersebut.
Kepala Dispendik Jember Edy Budi Susilo menjelaskan, terjadinya selisih antara anggaran dan realisasi itu, bukan lantaran ada masalah dalam penggunaan dana BOS. Melainkan, ada ketidaksesuaian pengambilan data yang menjadi acuan pemeriksaan. Menurut dia, anggaran yang disajikan mengambil data rencana kerja anggaran (RKA) awal modal BOS, tanpa anggaran BOS afirmasi dan kinerja. Sedangkan data realisasi yang diambil oleh BPK, adalah data realisasi termasuk tambahan dana BOS afirmasi dan kinerja.
Sehingga, kata Edy Budi, realisasi belanja modal tahun 2019 yang bersumber dari dana BOS tidak melebihi anggaran semestinya. Karena berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 79 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Jember Nomor 69 Tahun 2019 tentang Penjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Jember Tahun 2019, anggaran belanja modal aset BOS tercatat Rp 47.728.205.223,58 miliar. Sedangkan realisasinya Rp 42.418.596.988,00 miliar.
“Nilai anggaran tersebut sudah sesuai dengan dokumen pelaksanaan perubahan anggaran atau DPPA Dispendik Jember pada tanggal 7 Nopember 2019,” katanya.
Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jember ini lantas membeberkan kronologi, kenapa laporan BPK tersebut menemukan selisih. Rentetan peristiwa itu dimulai 10 Oktober 2019 lalu. Kala itu, tim BOS diberitahu oleh Bidang Anggaran BPKAD tentang surat edaran Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tanggal 9 Oktober 2019 tentang pengelolaan dana BOS afirmasi dan BOS kinerja satuan pendidikan dasar negeri pada APBD kabupaten/kota.
“Keesokan harinya, kami segera menindaklanjuti dengan mengirim surat dinas ke Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kabupaten Jember. Isinya tentang penyesuaian anggaran BOS berdasar surat edaran tersebut,” ungkapnya.
Kemudian, Edy menambahkan, 28 Oktober Dispendik kembali menerbitkan surat dinas kepada lembaga pendidikan perihal sosialisasi BOS afirmasi dan kinerja. Pihaknya menyampaikan agar lembaga pendidikan segera membuat rencana kerja anggaran sekolah (RKAS) perubahan yang mendapat tambahan anggaran BOS afirmasi dan BOS kinerja untuk 80 SDN sebesar Rp. 4.885.000.000 dan 14 SMPN sebesar Rp. 5.073.000.000. sehingga total tambahan BOS afirmasi dan BOS kinerja tahun 2019 sebesar Rp. 9.958.000.000.
“Kami selanjutnya menginstruksikan kepada lembaga pendidikan agar segera menginput hasil RKAS perubahan tersebut ke aplikasi Simda Eksternal Lembaga. Realisasi yang diinputkan adalah triwulan III dan triwulan IV tahun 2019,” paparnya.
Hanya saja, pada pelaksanaanya yang dapat direalisasikan untuk SDN sejumlah Rp 4.799.899.464. Sedangkan SMPN hanya terealisasi Rp 337.350.800. Edy mengaku, hal ini sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud) Nomor 35 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Permendikbud Nomor 3 Tahun 2019 tentang petunjuk teknis (Juknis) BOS Reguler.
Berdasarkan Bab III dalam peraturan tersebut, tata cara pengadaan barang/jasa (PBJ) di sekolah dengan nilai lebih dari Rp 200 juta, maka harus dilaksanakan melalui Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ). “Sedangkan saat itu, waktu tidak mungkin dilaksanakan. Sehingga terdapat sisa anggaran Rp 4,7 miliar lebih dan menjadi silpa tahun 2019,” jelasnya.
Selanjutnya, pada 30 Maret 2020, hasil pemeriksaan BPK menyebutkan, realisasi belanja modal BOS melebihi anggaran sebesar Rp 4,6 miliar lebih. Temuan ini tentu mengejutkan. Namun setelah ditelusuri oleh Tim BOS dan BPKAD, ternyata kelebihan realisasi anggaran ini karena data yang disajikan adalah RKA awal modal BOS, tanpa tambahan anggaran BOS afirmasi dan kinerja. “Sedangkan data realisasi yang diambil oleh BPK, adalah data realisasi termasuk tambahan dana BOS afirmasi dan kinerja. Sehingga muncul selisih,” tuturnya.
Seharusnya, Edy menegaskan belanja modal BOS yang menjadi acuaran pemeriksaan adalah Rp 47,7 miliar lebih, bukan Rp 37,7 miliar atau anggaran BOS sebelum ada perubahan. Jika pemeriksaan BPK menggunakan anggaran BOS perubahan, Edy berkata, hasilnya justru bukan kelebihan, tapi kekurangan penggunaan sebesar Rp. 5,3 milyar lebih. Karena realisasinya 42,4 milyar. “Kesimpulannya, realisasi belanja modal tahun 2019 yang bersumber dari dana BOS tidak melebihi anggaran,” pungkasnya. (Joko)