Dugaan Mafia Tanah Didesa Margalaksan Kabupaten Sumedang, Kepada (APH) Satgas Anti Mafia tanah SegeraTindak Tegas
Sumedang-(PI). Mafia pertanahan masih tumbuh subur seiring dengan tingginya kebutuhan masyarakat akan ketersediaan lahan pertanahan. Dari sejumlah kasus sengketa tanah yang terjadi, baik di kota besar maupun daerah, diduga kuat selalu melibatkan mafia tanah.
Humas LSM ( KPAHN ) Komite Penye Lamatan Aset Harta Negara Yayat, menjelaskan, ada sejumlah masalah yang menyebabkan maraknya mafia tanah. Pertama, masyarakat kurang menyadari atau tidak punya uang yang cukup untuk mengurus dan mendaftarkan bukti kepemilikannya yang berupa girik adat yang dimilikinya ke BPN,” Kata Yayat
Selain itu, permasalahan lain yakni adanya oknum-oknum aparat desa terutama Kepala desa yang mengetahui betul status tanah di lingkungannya yang kemudian tergoda dengan bujuk rayu mafia tanah untuk menerbitkan girik atau perfonding palsu dengan dilengkapi surat-surat pendukung lainnya seperti dari RT/RW sampai ke tingkat kecamatan.
Seperti Yang terjadi di Desa Margalasana Kecamatan Sumedang Selatan, Program pemerintah terkait tanah pemerintah yang di garap di kelola oleh masyarakat dan kemudian ada Program dari Pemerintah memberikan penghargaan kepada masyarakat yang sudah mengarap mengelola tanah pemerintah yang sudah bertahun tahun dengan memberikan satatus Tahah tersabut di serahkan kepada penggarap dan di sartupikatkat atas nama penggarap secara gratis,
Program sartupikat atas kepemilikan tanah untuk masyarakat tersebut ada dua, Satu program Konsulidasi tanah tahun 2016 Konsulidasi khusus untuk tanah pemukiman masyarakat, sedangkan program Redisbustri tanah ( Redis ) untuk Tanah perkebunan yang di garap masyarakat yang direalisasi pada tahun 2020,
Permasyalannya yang jadi polemik di masyarakat terkait tanah Redis, diantanya ada beberapa masyarakat kehilahan hak garapan tanah, setalah sekian tahun lamanya menggarap tanah tersebut, sedangkan program pemerintah memberi penghargaan memberikan tanah tersebut dengan bukti kepemilikan tanah atas nama pengarap berupa Sartufikat gratis
Tapi yang terjadi ada masyarakat yang kehilangan Haknya, tanah garapannya sudah bersetatus milik orang lain, dan yang lebih anehnya dalam surat kepemilikan tanah tersebut bukan penggarap. Polemik mafia tanah tanah Redis pun mencuat setelah adanya team media Pelita Investigasi melakukan investigasi dan mengkonfirmasi Kepala Desa dan Aparat pemerintahan Desa Margalaksana,
Menurut Emuh Muhyidin M Pimpinan redaksi Media Pelita Investigasi, keterangan dari Ibu Euis Mulyati Kepala Desa Marga Laksana, Yang baru bebrapa bulan Dilantik, dihadiri wakil BPD dan Aparat pemerintah desa, membenarkan adanya polemik yang terjadi didesa kami. Menurut Kepala desa Margalaksana Euis Mulyati polemik yang terjadi dimasyarakat, bahwa program tanah redis yang diajukan oleh masyarakat ke Desa Margalaksana untuk dijadikan Srtifikat ditahun 2020 udah selesai, tapi sampai saat ini belum dikasihkan kepada haknya.
Menurut pengakuan Kusnadi Kasipem Desa Margalasana dirungan Penerimaan tamu sambil dihadiri kepala desa menuturkan, Jumlah program sartifikat gratis dari pemerintah itu sebanyak 293 srtifikat sartifikat, yang sudah dibagikan sebanyak 25 sartifikat sisanya masih ditahan di Mantan kepala desa Margalaksana, dan ada juga yang diatas namakan perangkat desa dan RT/RW. Yang diatas namakan perangkat desa dan RT/RW sekitar 1 Samapai 2 hektar. Meraka tadinya bukan penggarap.
Menurut Yayat humas Komite Penyelamat Aset Harta Negara (KPAHN) Modus Mafia tanah tersebut diduga melibatkan mantan Kades dan Perangkat Desa Margalaksana, dan kemungkinan Dari Pihak Kecamatan Juga, dinas BPN pun terlibat Pengakuan dari Pihak Prangkat desa kepada team media membenarkan bahwa sampai saat ini program sartupikat tanah Redis sudah terealisasi,
sedangkan 270 Sartufikat untuk masyarakat sampai sekarang belum di serahkan kepada masyarakat. Menurut Kasipem dan Prangkat desa lainnya Sartufikat tanah masyarakat masih di tahan di mantan Kepala Desa, menurut informasi hampir semua Sartufikat yang masih ditahan di mantan kepala desa tersebut di duga masyarakat tidak mampuh untuk membayar surat Sartufikat tersebut, karna menurut informasi besarnya biaya penebusan Sartufikat tersebut dari nilai Rp 2.500.000 sampai Rp 10.000.000 / Rp 15.000.000. Saat proses penerbitan sertifikat biasanya juga ada permainan saat pengumuman melalui media nasional dengan jangka waktu sampai satu bulan. Kondisi ini juga yang diatur oleh si mafia saat media menerbitkannya. Kami akan membantu masyarakat yang jadi korban mafia tanah didesa margalaksana, dan kami bersama masyarakat korban mafia tanah akan segera melaporkan dugaan mafia Tanah didesa Margalaksana. Pungkasnya.”(team Pelita Investigasi)