Daerah

Gara-Gara Belum Membayar sumbangan RP 2,600, 000, Siswa-Siswi SMA Negri 1 Cilaku Kab Cianjur terancam Tidak Bisa Ikut ujian Tengah Semester

Cianjur- (PI). Puluhan siswa SMA Negeri 1 Cilaku Kab. Cianjur terancam tidak bisa ikut ujian tengah semester, karena kartu peserta ulangan sekolah ditahan pihak sekolah. pujian, mereka belum membayar angsuran sumbangan yang dipaketkan satu tahun sebesar Rp 2.600.000,- (dua juta enam ratus ribu rupiah.

Menurut beberapa siswa kelas X yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, “uang sebesar itu selain sumbangan juga untuk pembayaran baju seragam dan atribut sekolah. Bagi siswa yang belum mengangsur kartu ujiannya tidak diberikan dan tidak bisa mengikuti ujian semester,” katanya.

Ditemui di ruang kerja Kepala Sekolah SMAN 1 Cilaku Tapif MMPd yang juga mengaku sebagai Ketua MKKS membenarkan adanya pungutan sebesar tersebut, tetapi perlu diketahui, itu bukan pungutan tapi sumbangan yang sudah di rapatkan oleh komite sekolah dan orang tua wali murid. Di SMAN 1 Cilaku ini saya hanya melanjutkan kebijakan dari Kepala Sekolah terdahulu, karena di sekolah ini saya baru rotasi dan selama dua bulan, jelasnya.

Kepala Sekolah SMAN 1 Cilaku Tapif MMPd

Lebih lanjut Tapif mengatakan dan balik bertanya, kenapa hanya di sekolah negeri yang di permasalahkan,  banyak sekolah swasta yang memungut puluhan juta seperti sekolah cendikia tidak jadi masalah? sekolah meminta sumbangan karena masih membutuhkan biaya tambahan, apalagi bantuan dari pemerintah tidak cukup. Pendidikan itu bukan hanya kewajiban Guru di sekolah,  tetapi menjadi kewajiban orang tua.  Jadi wajar kalau sekolah meminta sumbangan,  karena orang tua sudah menitipkan anaknya untuk di didik di sekolah, dan undang undang pun membolehkannya, ujar Tapif.

Ketika ditanya undang undang no berapa yang membolehkan pungutan? Tapif tidak bisa menjelaskan dan malah menyebut permendikbud No 75 Tahun 2016. (Perlu di ketahui Pak,  di permendikbud No.  75 itu mengatur tentang komite, dan tidak ada keharusan komite menggalang dana dari orang tua wali murid.  Serta perlu bapak ketahui,  selain mendapatkan gaji sebagai guru PNS bapak juga dapat uang tunjangan sertifikasi, sedangkan orang tua wali murid mah tidak Pak. Jadi wajar kalau menitifkan anaknya di sekolah.

Dikatakan seperti itu,  Tapif malah mengalihkan aturan pungutan, bahwa pungutan itu sudah dikoordinasikan kepada Kabid Pembinaan Sekolah Menengah Atas (PSMA) Disdik Jabar Bapak Yesa dan Team saber pungli Jawa Barat. Menurutnya,  sumbangan tersebut tidak bertentangan dengan aturan selama    orang tua wali murid ikhlas, pungkas Tapif. ( baca secara utuh Pak Pergub Jabar No. 29 Tahun 2021 pasal 39 huru b BAB X tentang petunjuk teknis penerimaan peserta didik baru pada sekolah menengah atas dan kejuruan. ” sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dilarang melakukan pungutan dan /atau sumbangan yang terkait PPDB,  perpindahan peserta didik dan melakukan pungutan untuk membeli seragam atau buku tertentu yang dikaitkan dengan PPDB.

Dihubungi secara terpisah dan diminta tangapannya terkait pungutan di sekolah,  Humas Komite Penyelamat Aset Harta Negara (KPHN) perwakilan jawa barat Sdr. Yayat yang eksis sebagai pengamat pendidikan,  beliau Mengatakan, Pungutan dan sumbangan telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2012. Dalam Pasal 9 Ayat 1 menyebutkan, satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah, dan / atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan. Jadi apapun bentuknya, satuan pendidikan dasar di bawah pemerintah dilarang memungut iuran dengan dalih apapun.

Selama ini kami banyak menerima keluhan orang tua wali murid terkait modus yang dilakukan sekolah mulai dari dalih untuk mengganti seragam, buku hingga pelampiran surat kesediaan orang tua berdasarkan kesepakatan komite sekolah.Modus semacam itu, dianggap kepala sekolah sebagai surat sakti untuk melegalkan praktik pungutan kepada wali murid.

Padahal dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Pasal 12 huruf (a) menyebut, Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di sekolah. “Nah ini yang kadang-kadang sering disalah pahami dan salah kaprah semuanya. Saya bicara saja terus terang, seringnya malah terjadi penyiasatan (oleh sekolah),” jelas Yayat.

Untuk itu, masalah keseragaman kebutuhan dan lain-lain, sebaiknya diserahkan kepada wali murid. Wali murid difasilitasi untuk bermusyawarah dengan komite sekolah dan segala keputusan tidak pula menjadi kewajiban yang memberatkan.“Jadi kalau wajib dan jangka waktunya, konteksnya pungutan, jadi harus dikembalikan.”(Samsul).

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button