Integritas Penyelenggara Ad-hoc Jadi Kunci Hasilkan Pemilu Berkualitas
“Pemilu : Sarana Integrasi Bangsa” itu merupakan Tagline pemilihan umum tahun 2024, dengan Tagline tersebut khususnya KPU dan semua pihak berharap pelaksanaan pemilu 2024 ini maka akan menjadi sarana pemersatu sehingga sila ketiga Pancasila yaitu Persatuan Indonesia bisa diwujudkan secara kongkrit. Pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) merupakan satu dari sekian unsur yang diperlukan dalam demkorasi, namun pelaksanaan pemilu yang berjalan dengan baik sesuai azas luber-jurdil menjadi sangatlah penting. Karenanya secara subtansial pemilu memiliki fungsi diantaranya mengumpulkan preferensi warga negara yang terinformasi, meminta pertanggungjawaban pemegang kekuasaan dan mengevaluasi kinerja penguasa. Namun jika sebaliknya, maka pemilu dapat merusak legitimasi, memperkuat aturan otokratis, memicu konflik dan kekerasan, atau menjadi sandiwara belaka (Norris, 2014). Mengacu pada uraian diatas maka penting bagi penyelenggara pemilu khususnya yang berstatus ad-hoc untuk dapat bekerja keras dan cerdas dalam melaksanakan tugas, fungsi dan kewajibanya dengan harapan dapat pula menghasilkan pemilu yang berkualitas. Untuk dapat melaksanakan pemilu dengan baik penyelenggara pemilu ad-hoc perlu didukung oleh semangat ingeritas yang kuat. Prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, Jujur dan adil harus dimulai dan dicontohkan oleh penyelanggara pemilu.
Penyelenggaran pemilu tediri dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Dari tiga lembaga pemilu yang ada di Indonesia tentunya memiliki tanggungjawab dalam menyelenggarakan pemilu yang berintegritas dan berkualitas. Terkhusus untuk KPU dan Bawaslu yang memiliki struktur herarki dari pusat, Provinsi Hingga Kabupaten/ Kota serta di bantu oleh badan adhoc hingga tingkat TPS. Badan ad-hoc dalam pemilu merupakan “tulang punggung” demokrasi, akan tetapi menjadi tantangan dalam mengukur suksesnya penyelenggaraan pemilu, apakah berintegritas atau tidak. berbagai permasalahan integritas pemilu dari segi kecurangan administrasi, pendistribusian logistik, netralitas dan lain sebagainya dapat saja terjadi pada badan ad-hoc. Belum lagi benturan kepentingan yang dihadapi oleh penyelenggara ad-hoc pada akar rumput (grassroot). Untuk itu penting bagi penyelenggara ad-hoc memahami prinsip profesionalitas dan menjunjung tinggi integritas, sebab itu semua akan berdampak pada hasil dan kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilu yang demokratis.
Integritas tinggi penyelanggara ad-hoc dapat dimulai dari proses awal perekrutan oleh lembaga masing-masing baik lembaga KPU maupun Bawaslu. Dalam proses ini, masih saja ada titipan calon penyelenggara badan ad-hoc yang biasanya dilakukan oleh tokoh lokal, tokoh ormas, dan para aparatur kecamatan hingga desa. Hal semacam itulah yang akan menjadikan penyelenggara pemilu ad-hoc terancam integritasnya karena proses awal yang dilalui saja sudah tidak benar maka selanjutnya hampir dipastikan juga tidak maksimal. Akan terjadi konflik kepentingan di dalam setiap tahapan karena pengaruh besar dari para pihak yang telah ikut campur dalam proses perekrutan awal. Untuk itu KPU dan Bawaslu harus memastikan bahwa proses perekrutan badan ad-hoc dilaksanakan secara jujur, adil dan transparan untuk menjadi output rekrutment yang berkualitas dan memiliki integritas yang tinggi.
Jaminan independensi Penyelenggara ad-hoc juga menjadi bagian penting dalam mewujudkan pemilu yang baik. Independen merupakan sebuah kondisi bebas dari intervensi pengaruh dorongan eksternal dalam perilaku sendiri. Definisi tersebut secara eksplisit mengisyaratkat bahwa kata independen terkadung makna “mandiri” sebagai sebuah kondisi yang berarti mampu mengandalkan kekuatan diri sendiri dalam melaksanakan tugas apapun itu (Afifuddin, 2020). Mengacu pada uarian diatas, dengan memastikan seluruh anggota badan ad-hoc bukan merupakan pengurus, kader, anggota bahkan simpatisan partai politik manapun adalah hal yang wajib dilakukan KPU dan Bawaslu. Proses memastikan ini tidak hanya terfokus pada aplikasi KPU (SIPOL) saja namun harus benar benar dilacak trakc record dari calon penyelanggara ad-hoc tersebut dengan berbagai cara dan strategi namun tidak melanggar regulasi. Adapun hasil penelusuran juga harus disampaikan secara transparan , mungkin pernah menjadi caleg, saksi maupun peran sentral lain. Jika hasil penelusuran tersebut terbukti bersih maka proses selanjutnya baru bisa dilakukan. Langkah menjamin independensi dan netralitas inilah yang akan menjadikan kepercayaan masyarakat kepada penyelanggara pemilu khususnya ad-hoc akan meningkat.
Aspek penting kedua dalam rangka menyiapkan penyelenggara yang berintegritas yaitu dengan melaksanakan bimbingan teknis yang efektif dan efisien. Berangkat dari kedua kata tersebut adalah bagaimana menerjemahkan segala tindakan petugas penyelenggara ad-hoc pemilu mampu muncul kepermukaan menjalankan tugas sebagaimana yang diharapkan, berdasarkan regulasi Undang – undang dan peraturan turunan lainnya. Aspek efektivitas dalam penyelenggaraan pemilu menjadi sebuah harga yang layak dibayar dalam kontestasi elektoral, dikarenakan sebuah hajat pemilu adalah urgen dan krusial dalam mementukan komponen perangkat pemerintah baik yang kelak menduduki jabatan eksekutif maupun legislatif (Afifuddin, 2020). Bimbingan teknis yang baik diharapkan akan menjadikan proses penyelenggaraan pemilu yang benar-benar efektif dan memenuhi ekspektasi masyarakat. Selain itu bimbingan teknis yang memadai akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni dan profesional.
Selanjutnya yang perlu dilakukan oleh KPU dan Bawaslu agar penyelenggara ad-hoc bisa menjalankan tugas secara maksimal adalah dengan melakukan supervisi dan monitoring ke bawah secara berkelanjutan. Supervisi dan monitoring ini dilakukan dalam rangka membangun hubungan emosional yang baik dengan penyelanggara ad-hoc. Mendengarkan keluhan, curhatan ataupun aspriasi untuk kemudian ditindaklanjuti adalah langkah yang tepat dilakukan oleh atasan kepada herarki dibawahnya. Karenanya Ketika sudah terjadi ikatan emosional yang kuat maka kerjasama yang baik akan mudah dilakukan. Bahkan kadang karena termotivasi pekerjaan yang sulit untuk dilakukan menjadi lebih mudah dilakukan. Motivasi inilah yang menjadi penting agar penyelenggara ad-hoc merasa dihargai dan dibutuhkan, mengingatkan SDM ad-hoc sistem bongkar pasang atau tidak tetap.
Aspek terakhir adalah keterbukaan informasi atau transparansi, penyelengara pemilu di era serba digital dituntut untuk mampu menjadi humas, semua yang telah dilakukan dan dijalani harus segera dipublikasikan. Publikasi ini sangat penting mengingat tanpa publikasi masyarakat akan kurang bahkan tidak tahu apa yang telah dilaksanakan oleh penyelanggara pemilu termasuk ad-hoc. Keterbukaan informasi ini bukan hanya mengenai prestasi atau pun hal yeng membanggakan namum masalah ataupun problem yang dihadapi oleh penyelenggara juga perlu disampaikan ke publik, agar publik mengetahui sehingga ketika ada tidak tepatan waktu, tata cara maupun prosedur (Walaupun Penyelanggara Pemilu dituntut tidak boleh salah) masyarakat dapat memahami walaupun tetap akan menjadi pelanggaran adminsitrasi namun jika diawal sudah disampaikan maka diharapkan publik tidak serta merta untuk menjustifikasi bahwa penyelenggara tidak profesional. Terbukaan informasi adalah sebuah keharusan di era saat ini.
Kriteria penyelenggara pemilu yang memiliki intergitas tinggi dan profesional merupakan kunci menghasilkan pemilu yang berkualitas. Waluapun pemilu berkualitas juga akan dipengaruhi aspek lainnya namun terkait intergitas merupakan hal fundamental dalam menjalankan tugas menjadi penyelenggara pemilu, prinsip luber-judil akan bisa diwujudkan ketika penyelenggara pemilu termasuk ad-hoc memiliki rasa tanggungjawab, jujur dan netral/ indepeden. Di sisilain pemilu yang berkualias juga harus didukung kerjasama yang baik semua pihak baik peserta pemilu, pemerintah, TNI, Polri dan warga masyarakat sebagai pemilih. Sembari menyiapkan penyelenggara pemilu yang berintegritas dan profesonal, pendidikan politik dengan kemasan dan cara yang tepat agar efektif dan efisien juga harus dilaksanakan. Hal ini menjadi penting karena dengan keseimbangan kesiapan penyelanggara, peserta pemilu dan pemilih maka semua tahapan akan dengan mudah dituntaskan alhasil pemilu yang berkualitas dapat dihasilkan. (*)
Daftar Pustaka
Afifuddin, M (2020). Membimukan Pengawasan Pemilu: Mozaik Pandangan dan Catatan Kritsi dari Dalam. Jakarta: Elex Media Komputindo
Norris, P. (2014). Why Ekectoral Integrity Matter. New York: University Of Cambridge