Komfirmasi Dugaan Perundungan Dan Penyebaran Foto Asusila Siswi SMPN 15 oleh Tiga Siswi SMPN 12, Berujung Penolakan Serta Nada Tinggi Dari Kepala Sekolah

Bandung-(PI). Tim awak media Pelita Investigasi dan Edukadi News mendatangi SMPN 12 Bandung untuk mengonfirmasi terkait dugaan perundungan, pemerasan, dan penyebaran foto asusila yang dialami siswi SMPN 15 berinisial S.A.. Dugaan tersebut melibatkan tiga siswi SMPN 12 berinisial S, A, dan A, yang disebut terlibat dalam tindakan intimidatif terhadap korban.
Kedatangan awak media telah mengikuti seluruh prosedur dan kode etik, meminta izin kepada satpam, diarahkan masuk, dan dipersilakan menunggu di ruang tamu oleh salah satu guru. Namun proses konfirmasi justru berubah menjadi situasi yang tidak mencerminkan profesionalitas lembaga pendidikan.
Dalam ruangan tamu kami tim media di diterima, Beberapa wakil kepala sekolah datang bergantian dan berkali-kali menanyakan maksud kedatangan, sehingga awak media harus mengulang penjelasan secara terus menerus. Hingga akhirnya Kepala Sekolah muncul, meskipun sebelumnya pihak sekolah menyatakan bahwa Kepala Sekolah tidak ada di tempat.
Saat hadir, Kepala Sekolah menyampaikan pertanyaan dengan nada tinggi, bahkan mengambil foto awak media tanpa izin, sebuah tindakan yang tidak sesuai dengan etika komunikasi. Ketika awak media menyampaikan bahwa keluarga korban akan melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum, Kepala Sekolah justru menyatakan dengan nada keras: Ini saya rekam! Silakan adukan ke Dinas Pendidikan!,”Ucapnya.
Lanjut, ketika awak media menyinggung bahwa keluarga korban akan melapor ke APH, Kepala Sekolah kembali meninggikan suara dan berkata: Kami tidak takut! Di Disdik Kota Bandung banyak pengacara!” (ujar kepala sekolah)
Pernyataan tersebut sangat disayangkan karena menunjukkan sikap defensif dan tidak mencerminkan empati terhadap kasus kekerasan yang mengancam psikologis peserta didik.
Pertanyaan konfirmasi yang diajukan Awak Media, dalam pertemuan tersebut, awak media mengajukan pertanyaan resmi berikut:
Apakah pihak SMPN 12 Bandung mengetahui adanya dugaan kasus perundungan dan pemerasan yang melibatkan beberapa siswi SMPN 12 terhadap siswi SMPN 15 Bandung pada Kamis, 13 November 2025?
Benarkah nama-nama siswi yang diduga terlibat dari lingkungan SMPN 12 Bandung adalah S, A, dan A (inisial)? Jika benar, bagaimana langkah penanganan yang telah dilakukan pihak sekolah terhadap para siswi tersebut?
Apakah pihak sekolah sudah memperoleh laporan resmi dari pihak korban atau SMPN 15 Bandung terkait insiden ini?
Mengingat kejadian ini menyangkut ancaman serta penyebaran foto asusila milik korban, apakah pihak sekolah telah melakukan pembinaan internal, memeriksa terduga pelaku, melibatkan orang tua pelaku, atau berkoordinasi dengan kepolisian, Dinas Pendidikan, dan UPTD PPA?
Bagaimana komitmen sekolah dalam mencegah kasus serupa dan memberikan perlindungan psikologis bagi seluruh peserta didik?
Apakah pihak sekolah memiliki keterangan atau klarifikasi tambahan yang perlu kami sertakan dalam pemberitaan guna menjaga objektivitas informasi?
Alih-alih memberikan klarifikasi, pihak sekolah berulang kali menolak, berkelit, bahkan menekan awak media agar tidak menyebutkan nama sekolah dalam pemberitaan, sesuatu yang tidak sesuai dengan prinsip keterbukaan lembaga publik Apa lagi kejadian diluar jam pelajaran sekolah jangan dilibatkan ,”Ujarnya.
Dari awal hingga akhir, tidak terlihat adanya upaya kooperatif dari pihak sekolah untuk memberikan klarifikasi. Bahkan ketika awak media hanya meminta jawaban sederhana—apakah sekolah telah mengetahui atau belum—pihak sekolah justru bersikap defensif dan mencoba membungkam proses konfirmasi. Sikap penolakan, nada tinggi, serta pernyataan bernada ancaman sangat tidak mencerminkan etika seorang pendidik dan bertentangan dengan prinsip transparansi lembaga publik.
Menurut orang tua korban kepada awak media bahwa Pelaku masih orang dekat korban, dugaan tindakan yang dialami S.A. sangat diluar dugaan, Korban dipaksa dan ditekan untuk memperlihatkan alat vitalnya untuk difoto, namun korban menolaknya, pada akhirnya korban mengirim bagian payudaranya, setelah mendapatkan poto Payudara pelaku meminta uang sebesar satu sampai dua juta rupiah, kalau tidak memenuhi permintaan pelaku, korban diancam akan meviralkan poto payudaranya ke teman-teman sekolahnya. Sehubungan korban tidak bisa memenuhi permintaan pelaku akhirnya poto payudara korban muncul digrup wa sekolahnya,” Ujarnya.
Agres SH Kuasahukum korban menyatakan bahwa kasus dugaan perundungan, pemerasan, serta penyebaran foto asusila terhadap klien kami adalah tindakan kejahatan serius yang memenuhi unsur pidana. Kami sudah menyiapkan seluruh dokumen dan bukti dan telah melaporkannya secara resmi ke Kepolisian Polrestabes Kota Bandung Tidak ada alasan bagi siapapun untuk mengabaikan atau menutupi kasus ini karena menyangkut keselamatan psikologis anak di bawah umur.”
Agres.SH juga menambahkan:
Kami meminta pihak sekolah kooperatif dan menghentikan segala tindakan intimidatif kepada media Tanggung jawab pendidikan tidak berhenti pada jam belajar, dan sekolah wajib berperan aktif dalam penanganan.”Permendikbud Nomor 48 Tahun 2023, kekerasan yang terjadi pada siswa/siswi, Baik didalam maupun di luar sekolah, sepenuhnya menjadi tanggung jawab sekolah, untuk menangani dan mencegahnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak SMPN 12 Bandung belum memberikan klarifikasi resmi atau menunjukkan sikap kooperatif terkait dugaan perilaku kekerasan yang melibatkan siswinya.
Ketua Kordinator Jawa Barat Aliansi Jurnalis Advokat LBH LSM Ormas Awasi Tipikor ( AJAMSI TIPIKOR) Wiranata mengecam keras kepada pelaku, Buylling/perundungan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum, dan pelakunya dapat menghadapi konsekuensi hukum, pelaku buylling bisa dijerat pasal berlapis, Bullying antar siswa dapat dijerat dengan beberapa pasal, termasuk Pasal 76C jo. Pasal 80 UU Perlindungan Anak karena dianggap sebagai kekerasan terhadap anak, serta Pasal 170 KUHP jika melibatkan pengeroyokan. Pasal lain seperti 351 KUHP (penganiayaan), 310 dan 311 KUHP (pencemaran nama baik/fitnah), dan UU ITE (jika melalui media elektronik) juga bisa berlaku tergantung jenis bullying-nya.Dugaan ini tidak hanya masuk kategori perundungan, tetapi berpotensi kuat melanggar unsur pidana pemerasan, eksploitasi seksual anak, serta UU ITE terkait penyebaran konten berunsur asusila terhadap anak,” jelasnya.
Aliansi AJAMSI TIPIKOR, Media Pelita nvestigasi dan Edukadi News akan terus mengawal kasus ini, memastikan perlindungan terhadap korban, serta mendorong pihak berwenang untuk menindak lanjuti dugaan pelanggaran yang terjadi,”Pungkasnya,” (Tim red)




