Opini

Kepemimpinan Baru HIMASAL dan LIM Brebes Menuju Penguatan Organisasi

Perhelatan Muscab HIMASAL dan LIM Brebes telah selesai dengan memilih jajaran pengurus baru untuk masa khidmat 2024 – 2029.  Sesuatu yang baru tentu memiliki semangat yang baru dalam berkhidmat untuk Pondok Pesantren Lirboyo. Oleh karena itu lokomotif baru yang membawa gerbong alumni Lirboyo untuk lima tahun kedepan diharapkan melangkah dengan progresif, inovatif, kreatif dengan senantiasa mengedepankan etika dalam berorganisasi.

Melalui lokomotif baru di bawah barisan usia yang relatif banyak diisi oleh personil alumni muda akan memunculkan ide dan gagasan kreatif untuk membawa kebesaran HIMASAL dan LIM. Tanpa gagasan dan ide yang kreatif serta inovatif sebuah lembaga akan berjalan stagnan. Sementara kita dihadapkan dengan perkembangan masyarakat dengan sekian dinamikanya yang membutuhkan sentuhan dari komunitas alumni (tokoh agama) untuk hadir memberikan pencerahan keagamaan.

Untuk mengusung kebesaran HIMASAL dan LIM tentu dibutuhkan penguatan struktural dengan keterlibatan pengurus yang memiliki kompetensi dan dedikasi yang bisa diandalkan. Parameter kompetensi dalam berorganisasi tentu tidak bisa dilihat dari pemikiran yang bersifat subyektif. Sekalipun tidak ada uji kompetensi sebagai pengurus namun setidaknya melalui latarbelakang profesi yang sedang dijalani menjadi salah satu pertimbangan. Lebih dari itu komitmen berkhidmat juga menjadi salah satu penilaian berikutnya.

Oleh karena itu kepemimpinan baru yang mengakomodir beragam potensi alumni akan menjadi langkah penguatan HIMASAL dan LIM untuk periode masa khidmat 2024 – 2029. Penguatan untuk kebesaran HIMASAL menjadi variabel yang sangat penting dalam rangka mewujudkan organisasi yang berdaya. Ini artinya besar dalam arti sebuah kuantitas harus diimbangi dengan nilai kekuatan yang menjadikan organisasi maju dan berjalan sesuai dengan visi dan misi  organisasi.

Dengan memahami  visi dan misi organisasi dan dawuh para  Dzuriyah Pondok Pesantren Lirboyo menjadi kekuatan untuk berkhidmat. Tanpa hal tersebut maka berorganisasi hanya akan memunculkan oligarki yang berujung kepada munculnya beberapa polarisasi yang kurang sehat untuk perkembangan organisasi. Ini mesti harus kita hindari jauh mengingat dawuh Al Maghfurlah KH Abdul Aziz Mansur, “Santri yen mulih nang umah dadio paku”, yang artinya “Santri kalau sudah pulang kerumah (alumni) jadilah seperti paku. Fungsi paku itu menyambungkan dan memperkuat antara kayu yang satu dengan yang lainnya.

Maka sesungguhnya ketika dawuh Mbah Yai Aziz disambungkan dengan dawuh Mbah Yai Anwar, “sing penting kumpul, masio kumpul tok mesti ana barokahe. Persambungan dua dawuh ini memiliki makna yang sangat dalam. Bahwa “kumpul” itu menjadi media penguat dalam organisasi. Kumpul jasad dan ruh dalam balutan ideologi dan organisasi yang sama tentu sangat membawa makna.

Dalam konteks kehidupan bermasyarakat memilki makna, alumni dalam kiprahnya menjadi pemersatu umat. Lebih dari itu alumni memiliki kompetensi komunikasi dengan beberapa pihak untuk mewujudkan kemajuan dan kemaslahatan umat. Oleh karena itu kecerdasan komunikasi menjadi prasyarat untuk menyambungkan beberapa pihak dalam kehidupan bermasyarakat.

Hadirinya kepengurusan baru baik di HIMASAL atau LIM diharapkan memilki kecerdasan komunikasi sebagai modal untuk berkembangnya sebuah organisasi. Namun demikian lebih dari hal tersebut wawasan pemikiran yang bersifat akomodatif itu juga dibutuhkan. Sehingga kedepan HIMASAL menjadi rumah besar dengan kekuatan yang kokoh dan untuk berteduh semua alumni serta komunitas Pesantren dalam rangka mewujudkan peradaban umat. *(Red)

www.youtube.com/@anas-aswaja

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button