Hukum & Kriminal

GPHN-RI: Saya Menilai Vonis Terhadap Unep Hidayat Dan Djuanningsih. Sangat Zalim!

Serang-Banten-(PI). Senin 14 Februari 2022 Sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor kelas 1A Serang-Banten terhadap perkara Unep Hidayat dan Djuanningsih dibacakan ketua Majelis Hakim Slamet Widodo, vonis yang di jatuhkan terhadap Unep Hidayat 4 tahun dikurangi masatahanan 9 bulan  dan denda 200 juta sangat melukai rasa Keadilan masyarakat. Padahal ketua Majelis Hakim Slamet Widodo SH dengan jelas menyatakan Unep hidayat tidak di hukum membayar Uang Pengganti, karena Unep Hidayat tidak terbukti menikmati apa2 dari uang Bjb cab tangerang tersebut.

Menurut saya ini zalim dan tidak menggunakan Hati Nurani, ada banyak yang janggal saat menjelang vonis Unep hidayat dan Djuanningsih, ada insiden protes keras dari salah satu pengacara terdakwa, pasalnya sudah menunggu hampir lima jam justru ada live musik di ruang sidang utama, nampaknya banyak yang sedang berjingkrak jingkrak dengan alunan musik slow rock! lebih aneh lagi tiba2 banyak awak media yang menulis berita saat sidang putusan, lalu kemana saja awak media ini sejak proses hukum berjalan?, dan saat pembuktian di pesidangan, saya juga pernah jadi wartawan dan belajar agama, saya melihat beberapa awak media yang hadir kemarin sengaja di kondisikan, dan mereka menulis berita seolah olah tidak ada dosa.

saya selaku Ketum GPHN-RI yang sejak awal  mengawal  penegakkan hukum kasus kredit macet bjb cab tangerang,  dan saya juga memiliki data yang valid terkait kredit macet bjb cab tangerang akan melakukan segala upaya untuk mendapatkan keadilan dua warga negara indonesia Unep Hidayat dan Djuanningsih! ada dugaan kuat Unep dan  Djuanningsih adalah korban rekayasa hukum oleh oknum Aparat Penegak Hukum yang Zalim! dalam kasus kredit macet bjb cab tangerang Unep Hidayat dan Djuanningsih bukanlah pihak yang harus bertanggung jawab.

Dari hasil audit investigasi yang di lakukan auditor anti fraud dan auditor umum ikhsan zr, bobolnya uang bjb cab tangerang 8,7M yang bertanggung jawab adalah Dherandra dan Zehan sebagai debitur, dan kunto aji sebagai mantan kepala cabang bjb cab tangerang pada tahun 2015 silam, dan dari keterangan Saksi Ahli Prof Yunus Husen masalah kredit macet bjb cab tangerang seharusnya di selesaikan secara perdata terlebih dahulu, karena para pihak yang bertanggung jawab ada jaminan aset untuk di sita, dan terkait masalah kredit macet bjb ini yang bertanggung jawab adalah debitur ( dherandra dan Zehan runa soraya) namun hingga saat ini Zehan Runa Soraya yang terbukti sebagai Debitur tidak di tersangkakan! ada apa?,,,

Sementara keterangan Ahli dari BPKP, juga memberikan keterangan di persidangan yang bertanggung jawab terhadap bobolnya uang bjb cab tangerang adalah tanggung jawab Debitur dan Bank bjb itu sendiri, karena Bank tidak menggunakan prinsip kehati hatian, sementara Unep hidayat dan Djuanningsih adalah pihak luar yang tidak melakukan perbuatan melawan hukum, namun djuanningsih di paksa harus menyerahkan uang Pengganti 2,5 M. sementara Unep Hidayat pihak luar yang tidak ada kaitanya dengan akad kredit di  bjb dan juga tidak menikmati apa2 harus di ajukan ke persidangandan di vonis 4 Tahun, sangat Zalim Vonis yang di alami Unep Hidayat, karena unep hidayat merasa dirinya adalah korban kezaliman dan rekayasa hukum.

Unep Hidayat menyatakan menolak putusan Pengadilan dan siap banding sampai tahap PK, bahkan Unep Hidayat mengalami kerugian hampir 1 Miliyar selama menjadi saksi dalam tahap penyelidikan, egiat anti korupsi yang sudah ratusan kali membongkar kasus2 korupsi, dan bedasarkan data valid yang kami miliki, Tidak ada perbuatan pidana yang di lakukan oleh Unep hidayat dan Djuannings Djuanningsih yang sudah menyerahkan uang pengganti 2,5 miliyar pun  terlukai rasa keadilanya, karena di vonis 4 tahun dan denda 200 juta,padahal uang yang di dapat dari dhera adalah uang dari pembayaran hutang sebelum terjadi akad kredit. Unep Hidayat dan Djuanningsih yang di duga kuat menjadi korban sekenario jahat terpidana  Kunto Aji dan Dherandra, Juga kuat dugaan menjadi korban rekayasa hukum, sudah hampir satu tahun belum mendapatkan kepastian hukum.

Menurut pegiat anti korupsi Madun Hariyadi yang juga Ketum GPHN-RI yang memiliki data2 terkait perkara kredit fiktif bjb cab tangerang menagatakan, sejak awal tidak ada perbuatan melawan hukum yang di lakukan Unep Hidayat maupun Djuaningsih! terkait bobolnya uang bjb  cab tangerang pada tahun 2015 sebesar 8,7 Miliyar yang melakukan perbuatan melawan Hukum adalah terpidana kunto aji ( mantan kepala cab bjb tangerang) dan terpidana Dherandra alteza widjaya (sebagai debitur) juga Zehan Runa  Soraya sebagai Debitur, kunto aji dan dherandra telah terbuki secara sah di persidangan telah merencanakan dan merekayasa dokumen akad kredit, tujuan Kunto aji dan Dherandra membobol bjb cab tangerang adalah untuk menutupi hutang2nya pada Djuanningsih dan hutangnya di bjb cab Purwakarta.

Saya menilai banyak fakta2 hukum yang  kuat dugaan di  tutupi, dan majelis hakim tanpa menggunakan hati nurani dalam membuat keputusan, keputusan majelis Hakim  tidak mewakili tuhan, sehingga melukai rasa keadilan masyarakat! karena Unep hidayat dan Djuanningsih adalah pihak luar yang di peralat oleh terpidana kunto aji dan dherandra untuk menyempurnakan niat jahatnya! namun selama proses penyelidikan dan penyidikan oleh kejati banten banyak kejanggalan dan sangat amburadul penegakkan hukumnya! bahkan dalam pledoi pribadi unep hidayat yang sempat menyebut ada oknum jaksa yang meminta jatah perempuan, meminta dirinya bersujud di kaki oknum penyidik kejati banten, dan menyebut dirinya mengalami kerugian hampir 1 miliyar untuk melayani oknum penyidik pidsus kejati banten membuat gempar dunia hukum.

Sementara masalah kredit macet bjb cab tangerang ini pada tahun 2016 sudah ada hasil auditnya! kalau saja penyidik pidsus kejati banten profesional saya rasa proses hukum kasus bjb cab tangerang ini tidak akan berlarut larut dan juga tidak akan menjadikan Unep hidayat dan djuanningsih tersangka! karena Unep Hidayat dan djuanningsih adalah korban skenario jahat Kunto Aji dan Dherandra.

Dan Suara lantang Unep Hidayat juga pernah menggemparkan ruangan sidang Pengadilan Negeri Tipikor Serang pada Selasa, 9 November 2021. Pegawai Negeri Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang yang menanggung status terdakwa dalam kasus korupsi Bank Jabar Banten (BJB) Tangerang ini blak-blakan mengungkapkan kesaksiannya perihal Surat Perintah Kerja (SPK) yang disebut dikeluarkan oleh instansinya untuk syarat pencairan kredit bank bjb cab tangerang  tahun 2015.

Dalam sidang tersebut, Unep merespons keterangan yang diberikan oleh seorang saksi ahli bernama Ikhsan ZR. Dia adalah auditor Anti Fraud dan auditor umum Bank BJB yang dipercayai mengaudit sejumlah dokumen yang dipakai seorang terpidana, Dheerandra Alteza Widjaya, sebagai syarat permohonan kredit untuk PT Djaya Abadi Soraya dan CV Cahaya Rezeki. Kedua perusahaan ini digadang-gadang mengerjakan proyek pengadaan alat-alat sekolah untuk Kabupaten Sumedang. Unep menilai Ikhsan lalai dalam menganalisis SPK yang disebut-sebut ditandatangani olehnya. “Saudara saksi ini kurang jeli. Sebelum ke Disdik (Dinas Pendidikan) seharusnya mempelajari dulu SPK ini,” kata Unep.

Dia menjelaskan bahwa pengerjaan pengadaan alat-alat sekolah yang menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan Sumedang adalah proyek swakelola. Artinya, proyek ini tidak akan muncul dalam platform Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Sumedang.

Perdebatan ini terjadi karena Unep menilai keterangan Ikhsan tidak tepat dan tidak obyektif,Ikhsan hanya membeberkan SPK yang menjadi alat bukti Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menjerat Unep menjadi tersangka adalah palsu dengan alasan kop surat yang berbeda dengan aslinya. Dalam kesaksiannya saat menjadi saksi ahli bagi Kunto Aji Cahyo, Ikhsan menyebut SPK itu palsu dengan dua alasan.

Dokumen dicetak menggunakan kop dinas yang berbeda dengan kop surat resmi Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang. Pada tahun 2015 proyek pengadaan peralatan alat multimedia di Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang dimenangkan oleh PT Pondok Harapan Gemilang,” demikian keterangan Ikhsan ZR sebagaimana dikutip dalam dokumen putusan hakim terhadap Kunto Aji Cahyo Basuki.

Menurut Unep, seandainya PT Djaya Abadi Soraya dan CV Cahaya Rezeki yang memenangkan proyek tersebut, nama kedua perusahaan ini juga tidak akan muncul dalam situs lpse.Sumedangkab.go.id. Dengan begitu, alasan bahwa SPK fiktif karena kedua hal yang telah disebutkan di atas tidak dapat dibenarkan. Saya tahu, bahwa DAK ini dari 2006 sampai 2019 itu saya yang mengelola DAK. Waktu itu tidak ada harus menggunakan LPSE karena sifatnya swakelola,” jelas Unep.

Unep melanjutkan, aspek yang lain seharusnya perlu diaudit oleh Ikhsan adalah mengenai SPK yang muncul sebanyak enam buah. Dia mengaku tidak mengetahui mengapa SPK itu menjadi berlipat ganda saat penyidik menjadikan itu sebagai alat bukti mentersangkakan dia dan Djuanningsih. Berarti ini ada apa?,” tanyanya retoris.

Meski mengkritisi Ikhsan, Unep tak membantah bahwa kop surat yang dijadikan alat bukti oleh JPU adalah hasil rekayasa Dhera berdasarkan hasil audit investigasi yang di lakukan Ikhsan ZR dan Timnya. Namun dia menekankan terbitnya SPK di luar pengetahuannya yang tidak menunjukkan bahwa Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang terikat dengan kredit yang diakali oleh Dheerandra dan Kunto.

Unep yang kini mendekam di Rumah Tahanan Pandeglang menegaskan bahwa SPK yang pernah dia tanda tangani terkait proyek swakelola di instansinya adalah surat rekomendasi agar PT Djaya Abadi Soraya dan CV Cahaya Rezeki mencari dukungan pabrikan dan konsorsium sebagai syarat swakelola untuk proyek DAK ( dana alokasi khusus pendidikan) Kalau mau mendapat DAK dari Dinas Pendidikan tahun 2015 ini tidak fiktif bapak hakim yang mulia, bapak jaksa, dana DAK itu ada Rp 56 miliar,” tegas Unep.

Unep melanjutkan, aspek yang lain seharusnya perlu diaudit oleh Ikhsan adalah mengenai SPK yang muncul sebanyak enam buah. Dia mengaku tidak mengetahui mengapa SPK itu menjadi berlipat ganda saat penyidik menjadikan itu sebagai alat bukti mentersangkakan dia dan Djuanningsih. “Berarti ini ada apa?,” tanyanya retoris.

Meski mengkritisi Ikhsan, Unep tak membantah bahwa kop surat yang dijadikan alat bukti oleh JPU adalah hasil rekayasa Dheera berdasarkan hasil audit investigasi yang di lakukan Ikhsan ZR dan Timnya. Namun dia menekankan terbitnya SPK di luar pengetahuannya yang tidak menunjukkan bahwa Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang terikat dengan kredit yang diakali oleh Dheerandra dan Kunto.

Unep yang kini mendekam di Rumah Tahanan Pandeglang menegaskan bahwa SPK yang pernah dia tanda tangani terkait proyek swakelola di instansinya adalah surat rekomendasi agar PT Djaya Abadi Soraya dan CV Cahaya Rezeki mencari dukungan pabrikan dan konsorsium sebagai syarat swakelola untuk proyek DAK ( dana alokasi khusus pendidikan) Kalau mau mendapat DAK dari Dinas Pendidikan tahun 2015 ini tidak fiktif bapak hakim yang mulia, bapak jaksa, dana DAK itu ada Rp 56 miliar,” tegas Unep. JPU, Majelis Hakim, dan Ikhsan ZR saat itu hanya termenung mendengarkan keterangan balasan dari Unep. Ketiganya tak ada yang membantah argumen Unep.

Ketum GPHN RI yang mengawasi proses penegakan hukum kasus dugaan Tipikor bjb ini  juga hadir di ruang Sidang, Dan menyampaikan kepada awak media, sangat zalim vonis terhadap Unep Hidayat ini! karena jadi korban Skenario Jahat Terpidana Kunto Aji dan Dherandra Alteza Widjaya,

Diketahui Bank BJB Cabang Tangerang mencairkan kredit senilai Rp 8,7 miliar untuk PT Djaya Abadi Soraya dan CV Cahaya Rezeki. Kedua perusahaan ini dimiliki oleh dua sejoli, Dheerandra Alteza Widjaya dan Raja Zehan Runa Soraya. Mereka terbukti mengakali  pencairan kredit bank dengan dalih pembangunan koperasi untuk alat-alat sekolah di wilayah Sumedang, Jawa Barat.

Adapun keduanya dibantu Kepala Cabang BJB Cabang Tangerang, Kunto Aji Cahyo Basuki, yang tak lain adalah aktor intelektual dalam kasus ini. Dengan posisinya sebagai kepala cabang, Kunto menerabas tim analis bank agar mempermudah pencairan akad kredit kedua debitur. Landasan yang digunakan oleh ketiga ‘maling uang bjb cab tangerang ‘ ini adalah proyek koperasi sekolah.

Dalam sidang perkara di Pengadilan Tipikor Kota Serang, Rabu, (2/6/2021) lalu, Dheerandra telah dijatuhi hukuman penjara 6,5 tahun dan membayar uang pengganti sebesar Rp 4,5 miliar. Sementara Kunto Aji Cahyo diganjar 5 tahun 6 bulan penjara. Adapun Zehan yang juga ikut menikmati duit hasil korupsi itu saat ini masih berkeliaran.

Dalam wawancara khusus dengan Law-Justice, Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Banten yang kini menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Asep Nana Mulyana menceritakan, ketika dia menerima hasil ekspos perkara oleh penyidik, dia sempat berujar, “Loh ini (Zehan) kenapa tidak ikut ditersangkakan?” Saat itu, penyidik berkata kepada Asep bahwa Zehan adalah istri Dheerandra yang notabene berada dalam kendali suaminya. Asep meminta Law-Justice menggugat pengadilan jika masih ada hal-hal yang dirasa janggal dalam peradilan kasus korupsi BJB Tangerang.

Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Reda Mantovani menjelaskan, berdasarkan hasil penyidikan Kejati Banten, peran Zehan tidak begitu signifikan sehingga tidak ditetapkan sebagai tersangka. Keterangan Kajati Banten Reda Mantovani menurut Madun Hariyadi di duga kuat hanya akal-akalan menutupi kesalahan orang yang lazimnya jadi Tersangka. Saya akan ajukan RDP DI KOMISI III DPR RI Untuk Mengemukakan Kebenaran bedasarkan Bukti2 Valid yang juga saya miliki.

Djuanningsih dan Unep hidayat  mengatakan Zehan justru adalah debitur lain yang ikut menikmati karena Zehan adalah debitur yang ikut menikmati! Dalam audit yang dilakukan Saksi Ahli Ikhsan ZR, aliran dana turut mengalir ke Pinbuk Zehan sebesar Rp.750.000.000. Duit negara juga mengalir ke CV Cahaya Rezeki. Kenapa Zehan tidak di tersangkakan?” Ada Apa?’.

Berikut aliran dana yang masuk ke PT Djaya Abadi Soraya (milik Dheerandra) dan CV Cahaya Rezeki:

1’Tanggal 02-11-2015 RTGS ke Djuanningsih Rp. 2.000.0000.0000

  1. Tanggal 02-11-2015 Pinbuk ke R. Zehan Rp.750.000.000
  2. Tanggal 5-11-2015 penarikan cek oleh Cecep (atas perintah Kunto Aji) Rp.500.000.000
  3. Tanggal 11-11-2015 penarikan cek oleh Prihartomo Rp.145.000.000
  4. Tanggal 11-11-2015 Pinbuk ke Djuanningsih Rp 500.000.000
  5. Tanggal 11-11-2015 Penarikan Cek oleh Rini Rp.50.000.000
  6. Tanggal 23-11-2015 Pinbuk ke R. Zehan Rp.50.000.000
  7. Tanggal 26-11-2015 penarikan cek oleh Cecep Rp.50.000.000
  8. Kemudian aliran dana dari BJB ke CV Cahaya Rezeki
  9. Tanggal 27-11-2015 penarikan cek oleh Wawan (atas perintah Djuanningsih) Rp.1.500.000.000
  10. Tanggal 27-11-2015 penarikan cek oleh cmCecep Rp.500.000.000
  11. Tanggal 01-12-2015 setor ke CV Rana Pustaka Rp.1000.000.0000
  12. Tanggal 01-12-2015 Penarikan cek Rp.200.000.000
  13. Tanggal 01-12-2015 Penarikan cek oleh Dewanto (atas perintah Kunto Aji) Rp.310.000.000

15. Tanggal 18-02-2016 Penarikan cek oleh Dewanto (atas perintah Kunto Aji) Rp.250.000.000

Dari hasil audit investigasi di atas, terbukti tidak ada serupiahpun yang mengalir atau dinikmati Unep Hidayat. Madun berujar, Kejaksaan Tinggi Banten seharusnya mampu bekerja profesional menyelamatkan uang negara Rp 8,7 miliar sesuai hasil audit investigasi yang dilakukan saksi ahli. Unep Hidayat ditersangkakan oleh penyidik kejati banten kuat dugaan adalah upaya pembungkaman pungkasnya.kami sangat prihatin dengan putusan yang melukai rasa keadilan bagi dua warga Negara Indonesia ini.”Pungkasnya.(Team PI )

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button