Pemimpin Harus Mempunyai Ahlak/Pondasi Yang Kuat
Islam merupakan sumber utama dalam meningkatkan integritas pegawai dan kantor pemerintah. Ketaatan beragama mampu menghindarkan pegawai dari melakukan perbuatan dosa. Perilaku korupsi merupakan kejahatan yang sangat dilarang dalam ajaran Islam.
Profesionalisme dan kompetensi pegawai tanpa diiringi dengan ketaatan beragama tetap akan melahirkan perilaku jahat yang akan merugikan banyak pihak. Persoalannya adalah sejauhmana ketaatan beragama pegawai di Negri indonesia mampu mencegah perilaku korupsi ketika memberikan pelayanan publik kepada masyarakat?. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan ketaatan beragama dengan perilaku korupsi birokrasi di negri ini.
Data penelitian berasal dari angket yang diisi oleh 250 pegawai yang bekerja dari lima kantor yang menyediakan pelayanan secara langsung kepada masyarakat dan diperdalam melalui indept interview terhadap 3 orang key informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (negatif) antara ketaatan beragama dengan perilaku korupsi birokrasi.
Semakin tinggi tingkat ketaatan beragama seorang pegawai, maka akan semakin rendah tingkat perilaku korupsi. Sebaliknya, semakin rendah tingkat ketaatan beragama pegawai, maka akan semakin tinggi tingkat perilaku korupsi. Penelitian ini menyarankan pentingnya program peningkatan integritas pegawai program kearah perbaikan akhlak pegawai melalui pengamalan ajaran agama.
Reformasi birokasi dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik di Indonesia jika diiringi oleh ketaatan beragama yang dalam konteks Islam disebut dengan kecerdasan tauhid (tauhidic quotiens) akan tetap membawa kerendahan budi dan adab. Maka dalam tuntutan agama, antara pihak yang bertanggungjawab menanamkan nilai agama tersebut adalah pemimpin, ulama dan masyarakat.
Menurut Ahmad Kilani dan Mohd Ismail (2004), ketaatan beragama adalah faktor penting yang perlu dimiliki oleh seorang individu supaya dapat menghindarkan diri daripada melakukan perbuatan dosa. Tujuan hidup yang tidak bertentangan dengan kehendak agama hendaklah dipupuk dengan mendalam dalam diri pegawai. Ini karena ketaatan beragama dapat membantu mencapai kejayaan dan kebahagiaan hidup manusia dunia dan akhirat. Suasana hidupnya amalan agama dapat mempengaruhi tingkahlaku dan sikap pegawai ke arah positif atau negatif. Memang persoalan besar dalam birokrasi pemerintah hari ini adalah akibat dari kurangnya kesedaran agama. Apabila kesedaran agama ini semakin berkurang, maka akan berakibat pada keruntuhan akhlak yang akan melahirkan pegawai yang melanggar ajaran agama dan norma masyarakat itu sendiri.
Reformasi birokrasi merupakan wacana sekaligus agenda utama dalam memperbaiki kualitas pelayanan publik di Indonesia. Reformasi birokrasi sebagai suatu usaha perubahan dalam sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku dan kebiasaan buruk birokrasi di Indonesia setelah kekuasaan era orde baru berakhir. Ruang lingkup reformasi birokrasi tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, namun juga terkait perubahan pada struktur organisasi dan perilaku pegawai.
Berkaitan dengan hal tersebut, reformasi birokrasi bermakna sebagai sebuah perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia. Harapa rakyat dari reformasi birokrasi adalah mengurangi perilaku korupsi yang dilakukan oleh pegawai, mewujudkan pegawai yang professional dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Sejak era reformasi pada tahun 1998 sampai saat ini, birokrasi pemerintahan di Indonesia nampaknya belum banyak mengalami kemajuan yang signifikan. Era reformasi di Indonesia ditandai dengan adanya perubahan dalam berbagai aspe kehidupan seperti sistem politik, sistem hukum, termasuk juga perubahan sistem pemerintahan yang semula bersifat terpusat menjadi sistem pemerintahan otonomi daerah.
Undang-Undang Dasar tahun 1945 dan Pancasila merupakan dasar negara Indonesia untuk dijadikan pedoman dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara. Sedangkan Undang-Undang No.25 Tahun 2009 pula sebagai sumber hukum dan pedoman pelaksanaan pelayanan publik yang berkualitas oleh setiap pegawai pemerintah.”( Emuh Muhyidin M ).